Takengon, Keindahan Menawan di Tanah Tinggi Aceh

Takengon, Keindahan Menawan di Tanah Tinggi Aceh

Danau Lut Tawar
Danau Lut Tawar. salah satu tempat wisata populer di Takengon Aceh Tengah

Takengon, sebuah kota yang terletak di dataran tinggi Aceh Tengah, menjadi tujuan wisata yang menawan di Provinsi Aceh. Dengan keindahan alamnya yang memikat, Takengon menawarkan pengalaman wisata yang tak terlupakan bagi para pengunjung. Dari danau yang mempesona hingga perbukitan yang menakjubkan, Takengon adalah surga bagi para pecinta alam dan penggemar petualangan.

Danau Lut Tawar

Salah satu daya tarik utama Takengon adalah Danau Laut Tawar. Danau ini terkenal dengan keindahannya yang menakjubkan, airnya yang jernih, dan pemandangan alam sekitarnya yang spektakuler. Wisatawan dapat menikmati perjalanan perahu di danau atau menjelajahi pulau-pulau kecil yang tersebar di sekitarnya. Aktivitas memancing juga sangat populer di Danau Laut Tawar, dengan ikan segar yang dapat dinikmati langsung atau diolah menjadi hidangan lezat.

Bukit Indah Takengon

Selain Danau Laut Tawar, Bukit Indah merupakan destinasi lain yang tak boleh dilewatkan di Takengon. Dengan pemandangan yang menakjubkan dari ketinggian, Bukit Indah menawarkan panorama alam yang memukau dan menjadi tempat yang sempurna untuk menikmati matahari terbit atau terbenam. Para wisatawan dapat mendaki bukit ini atau hanya duduk bersantai sambil menikmati keindahan sekitarnya.

Takengon juga dikenal dengan kekayaan budayanya. Desa-desa di sekitar Takengon mempertahankan tradisi dan adat istiadat yang khas. Wisatawan dapat mengunjungi desa-desa tersebut dan melihat upacara adat, seni tari, dan kerajinan lokal yang memukau. Mengenal budaya Aceh secara langsung akan memberikan pengalaman yang unik dan berharga.

Aktifitas Wisata Takengon

Bagi para pecinta olahraga ekstrem, Takengon menawarkan berbagai aktivitas seperti paralayang dan arung jeram. Penerbangan paralayang di atas perbukitan yang hijau menyuguhkan pemandangan spektakuler dari udara, sementara arung jeram di Sungai Alas memberikan sensasi petualangan yang menggetarkan. Aktivitas-aktivitas ini akan memberikan adrenalin tinggi kepada para penggemar olahraga ekstrem.

Takengon juga merupakan surga bagi pecinta kopi. Daerah ini terkenal dengan produksi kopi Arabika berkualitas tinggi. Wisatawan dapat mengunjungi kebun kopi, mengamati proses pengolahan kopi, dan bahkan mencicipi secangkir kopi segar langsung dari petani. Bagi pecinta kopi, pengalaman ini adalah sesuatu yang tidak boleh dilewatkan di Takengon.

Dengan keramahan penduduknya yang luar biasa dan keindahan alam yang menakjubkan, Takengon adalah destinasi wisata yang wajib dikunjungi di Aceh. Kaya dengan atraksi alam dan budaya yang menarik, Takengon menawarkan pengalaman wisata yang memuaskan untuk semua orang. Jadi, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi keindahan Takengon dan membuat kenangan indah yang akan bertahan seumur hidup.

Menarik, Takengon menawarkan pengalaman wisata yang memuaskan untuk semua orang. Jadi, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi keindahan Takengon dan membuat kenangan indah yang akan bertahan seumur hidup.

Akomodasi di Takengon

Selain itu, Takengon juga menawarkan berbagai pilihan akomodasi yang nyaman dan fasilitas yang lengkap untuk para wisatawan. Mulai dari hotel-hotel bintang lima hingga penginapan sederhana yang ramah di kantong, Anda dapat menemukan tempat yang sesuai dengan preferensi dan anggaran Anda.

Kuliner Khas Takengon

Selama berkunjung, jangan lupa mencoba makanan khas Takengon. Makanan tradisional Aceh seperti nasi goreng Aceh, mie Aceh, dan gulai ikan Aceh adalah hidangan yang wajib dicoba. Rasakan citarasa pedas khas Aceh yang menggugah selera, dan jangan lewatkan juga untuk mencicipi kopi Arabika lokal yang terkenal di Takengon.

Kebudayaan Takengon

Bagi yang ingin memperdalam pengetahuan tentang budaya dan sejarah Aceh, Takengon juga memiliki museum yang menarik untuk dikunjungi. Museum ini menyajikan koleksi artefak dan benda-benda bersejarah yang memberikan wawasan mendalam tentang warisan budaya dan perjalanan sejarah Aceh.

Selama kunjungan Anda, jangan lupa untuk menjaga kebersihan dan kelestarian alam. Takengon adalah sebuah tempat yang indah dan alaminya perlu dijaga agar tetap lestari bagi generasi mendatang. Menghormati adat istiadat setempat dan mengikuti aturan yang berlaku juga sangat penting agar perjalanan wisata Anda berjalan lancar dan menghormati masyarakat lokal.

Dengan keindahan alam yang memukau, kekayaan budaya yang menarik, serta keramahan penduduknya, Takengon adalah destinasi wisata yang tidak boleh dilewatkan di Aceh. Jelajahi dan nikmati keajaiban Takengon yang menawan, dan biarkan diri Anda terpesona oleh pesonanya yang tak terlupakan.

Danau Lut Tawar Takengon, Aceh

Danau Lut Tawar Takengon, Aceh

WISATA ACEHDanau Laut Tawar punya luas sekitar 5.000 hektar dan jadi yang terbesar di Provinsi Aceh. Perbukitan hijau di tepian danaunya menambahk elok pemandangan. Warna air danau yang biru dan perbukitan yang hijau, menggoda Anda untuk memotretnya dalam kamera. Udara di sana pun cukup dingin, karena Takengon sendiri berada di wilayah dataran tinggi.

Wisata, Aceh, Danau
Danau Lut Tawar Takengon, Aceh
Baca Juga :

Traveler juga bisa menjelajahi Danau Lut Tawar dengan naik boat. Biayanya sekitar Rp 15-25 ribu per orang, tergantung Anda menawarnya. Saat berada di danau ini, Anda bagaikan sedang menatap lautan luas tanpa batas.

Asal Muasal Tari Guel Dari Aceh Tengah

Asal Muasal Tari Guel Dari Aceh Tengah

Wisata Budaya - Tari guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo di Aceh. Guel berarti membunyikan. Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para peneliti dan koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.
Pakaian adat Tari Guel
Pakaian Adat Gayo, Takengon
Dalam perkembangannya, tari guel timbul tenggelam, namun Guel menjadi tari tradisi terutama dalam upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya merupakan apresiasi terhadap wujud alam, lingkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama. 

Tari ini adalah media informatif, kekompakan dalam padu padan antara seni satra, musik/suara, gerak memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.

Guel tentu punya filosofi berdasarkan sejarah kelahirannya. Maka rentang 90-an tarian ini menjadi objek penelitian sejumlah surveyor dalam dan luar negeri. Pemda Aceh pernah juga menerjunkan sejumlah tim dibawah koodinasi Depdikbud (dinas pendidikan dan kebudayaan), dan tersebutlah nama Drs Asli Kesuma, Mursalan Ardy, Drs. Abdrrahman Moese, dan Ibrahim Kadir yang terjun melakukan survey yang kemudian dirasa sangat berguna bagi generasi muda, seniman, budayawan untuk menemukan suatu deskripsi yang hampir sempurna tentang tari guel.

Asal Usul Tari Guel Takengon

Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang di tanah Gayo. tari guel berawal dari mimpi seorang pemuda bernama Sengeda anak Raja Linge ke XIII. Sengeda bermimpi bertemu saudara kandungnya Bener Meria yang konon telah meninggal dunia karena pengkhianatan.

Mimpi itu menggambarkan Bener Meria memberi petunjuk kepada Sengeda (adiknya), tentang kiat mendapatkan Gajah putih sekaligus cara meenggiring Gajah tersebut untuk dibawa dan dipersembahakan kepada Sultan Aceh Darussalam. Adalah sang putri Sultan sangat berhasrat memiliki Gajah Putih tersebut.

Berbilang tahun kemudian, tersebutlah kisah tentang Cik Serule, perdana menteri Raja Linge ke XIV berangkat ke Ibu Kota Aceh Darussalam (sekarang kota Banda Aceh), memenuhi hajatan sidang tahunan Kesutanan Kerajaan. Nah, Sengeda yang dikenal dekat dengan Serule ikut dibawa serta.

Pada saat-saat sidang sedang berlangsung, Sengeda rupanya bermain-main di Balai Gading sambil menikmati keagungan Istana Sultan. Pada waktu itulah ia teringat akan mimpinya waktu silam, lalu sesuai petunjuk saudara kandungnya Bener Meria ia melukiskan seekor gajah berwarna putih pada sehelai daun Neniyun (Pelepah rebung bambu), setelah usai, lukisan itu dihadapkan pada cahaya matahari. Tak disangka, pantulan cahaya yang begitu indah itu mengundang kekaguman sang Puteri Raja Sultan. Dari lukisan itu, sang Putri menjadi penasaran dan berhasrat ingin memiliki Gajah Putih dalam wujud asli.

Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari guel berasal.

Untuk menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan meembakar kemenyan, diadakannya bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul batang kayu serta apa saja yang menghasilkan bunyi-bunyian. Sejumlah kerabat Sengeda pun melakukan gerak tari-tarian untuk memancing sang Gajah. 

Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan seperti gerakan belalai gajah, indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun dapat dijinakkan sambil diiringi rombongan.

Sepanjang perjalanan pawang dan rombongan, Gajah putih sesekali ditepung tawari dengan mungkur (jeruk purut) dan bedak hingga berhari-hari perjalanan sampailah rombongan ke hadapan Putri Sultan di Pusat Kerajaan Aceh Darussalam.

Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari guel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.

Begitu juga dalam pertunjukan atraksi Tari guel, yang sering kita temui pada saat upacara perkawinan, khususnya di Tanah Gayo, tetap mengambil spirit pertalian sejarah dengan bahasa dan tari yang indah dalam Tari guel. Reinkarnasi kisah tersebut, dalam tari guel, Sengeda kemudian diperankan oleh Guru Didong yakni penari yang mengajak Beyi (Aman Manya ) atau Linto Baroe untuk bangun dari tempat persandingan (Pelaminan). 

Sedangkan Gajah Putih diperankan oleh Linto Baroe (Pengantin Laki-laki). Pengulu Mungkur, Pengulu Bedak diperankan oleh kaum ibu yang menaburkan breuh padee (beras padi) atau dikenal dengan bertih.

Demikianlah asal usul tari guel yang merupakan tarian adat dari tanah gayo, yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya.