Melirik Potensi Pulo Breuh Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar
Kecamatan Pulo Aceh merupakan daratan aluvial dan rangkaian kepulauan yang juga merupakan perbukitan. Di kawasan daratan sebagian besar wilayahnya telah diubah menjadi areal pertanian atau persawahan. Persawahan yang ada pada umumnya adalah persawahan tadah hujan, mengingat sistem irigasi yang belum dikembangkan belum maksimal sehingga pada musim kemarau, persawahan tersebut nampak seperti semak belukar atau lahan terbuka.
Sebelum terjadinya bencana alam, di wilayah pantainya terutama di kawasan pantai yang tidak berhadapan langsung dengan laut lepas tumbuh manggrove yang umumnya di dominasi dari jenis Rhizopora sp., namun demikian, berdasarkan hasil survei manggrove yang tumbuh diwilayah Kecamatan Pulo Breueh Aceh umumnya tipis (tidak lebih dari 40 meter) dan berada memanjang di sepanjang pantai.
Potensi Areal Perkebunan di Pulo Breuh
Selain areal pertanian, wilayah daratan merupakan areal perkebunan dengan sistem tradisional. Sistem pertambakan yang di usahakan oleh warga hanya dimanfaatkan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan pangan lokal.
Pulau-pulau besar seperti Pulo Breueh dan Pulo Nasi yang memiliki luasan yang besar umumnya berpenghuni cukup besar namun belum dapat dikategorikan cukup padat dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Air tawar hingga saat ini masih cukup untuk memenuhi keperluan penduduknya. Air tawar ini dipasok melalui jaringan pipa yang sumber mata air di perbukitan atau melalui pembuatan sumur di tiap rumah penduduk.
Berdasarkan pada interpretasi visual citra dan ditambah dengan data yang diperoleh dari lapangan, wilayah studi secara umum terletak di wilayah kepulauan dengan kondisi wilayah daratan yang umumnya berbukit. Wilayah kepulauan secara morfologi merupakan perkembangan gosong karang dengan ciri berupa daratan pasir karang dan solum tanah secara umum belum berkembang.
Tanah yang ada di kepulauan Pulo Breueh ini merupakan tanah jenis andosol dan regosol dimana batuan induk yaitu pasir karang masih terlihat jelas. Ciri lain adalah air tanah yang dangkal tetapi payau sehingga umumnya kurang layak minum.
Pada pulau-pulau tertentu air tawar untuk kebutuhan minum dapat dicukupi dari pulau yang bersangkutan, tetapi kebanyakan air tawar diambil dari mata air di wilayah perbukitan di sekitar konsentrasi perumahan penduduk. Tumbuhan darat secara umum dapat hidup dengan baik, terutama tanaman perkarangan.
Daerah dengan morfologi daratan berupa pantai pasir putih, daerah daratan juga berupa wilayah bekas sedimentasi dari laut maupun darat (bentukan asal aluvival maupun marin). Di beberapa tempat bahkan tampak jelas bahwa daerah dataran itu dahulu merupakan bentuk morfologi rawa. Karenanya pengaruh air laut sangat nampak jelas dapat mencapai jauh ke dalam wilayah darat.
Di daerah dengan morfolgi bergelombang sampai berbukit, litologi dasarnya merupakan karst atau batu kapur. Cirinya adalah adanya dominasi topografi yang terjal dengan wilayah datar sampai bergelombang cukup sempit, dan adanya goa-goa maupun dolina.
Tanah diwilayah perbukitan ini juga belum begitu berkembang baik. Jenis tanah yang ada masih didominasi tanah regosol walaupun pada beberapa tempat yang merupakan wilayah lembah atau cekungan ditemukan jenis tanah latosol yang cukup subur.
Letak Pulo Breuh
Pulo Breueh merupakan salah satu gugusan pulau dalam kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Pulo Breueh adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah barat laut Pulau Sumatera dan di sebelah barat laut Pulau Weh. Berdasarkan data citra yang telah diolah dapat diketahui bahwa Pulo Breueh mempunya luas 5.835 Ha, atau sekitar 58,35 km2, Panjang garis pantai 87,26 km, dan panjang jalan 77,72 km. Jika dilihat berdasarkan letak geografis, pulau ini berada di koordinat 050 38’ 49” – 050 45’ 19” LU dan 0950 0’ 6,23” – 09508’ 39” BT. Secara administratif pulau ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Ibu kota kecamatan Pulo Aceh ini terdapat di Pulo Breueh yaitu di Gampong Lampuyang. Peta administratif.
Asal Usul Pulo Breuh
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Pulo Breueh, nama pulau dan Pulo Breueh berasal dari jenis makanan yang harus dibawa oleh pendatang ketika mengunjungi pulau tersebut di masa lampau. Dahulu, apabila ada orang yang datang ke Pulau Nasi, dari daratan Sumatra membawa nasi untuk bekal mereka. Namun ketika mereka pergi ke Pulo Breueh , karena letaknya yang lebih jauh, ternyata nasi yang dibawa dari rumah sudah menjadi basi. Sebagai pelajaran, akhirnya mereka membawa beras saja. Akhirnya masyarakat menyebut nama pulau tersebut sebagai Pulo Breueh.
Transportasi Pulo Breuh
Akses untuk menuju pulau Breueh hanya dapat dilalui melalui moda transportasi laut. berupa boat nelayan pengangkut barang dan ikan yang setiap hari, kecuali Jumat, berangkat dari Pelabuhan Lampulo di Banda Aceh pukul 14.00 WIB. Perjalanan ditempuh kurang lebih selama 2 jam.
Ada beberapa boat yang bisa dipilih, boat yang menuju ke desa Gugop atau boat yang menuju ke Lampuyang. Ada pula boat yang langsung menuju desa Meulingge, namun jadwalnya tidak pasti. Untuk mengawali petualangan di Pulau , lebih bagus dimulai dari desa Gugop, sebuah desa yang memiliki sarana dan prasarana cukup memadai di Pulau tersebut. Hanya ada 1 boat setiap hari yang menuju ke sana, bergantian antara KM Satria Baru atau KM Jasa Bunda.
Untuk kembali ke Banda Aceh, boat dari desa Gugop berangkat pukul 08.00 pagi. nPulo Breueh terbagi dalam 2 kemukiman, kemukiman Pulo Breueh Utara dan Pulo Breueh Selatan. Nama-nama gampong yang terdapat dalam mukim P. Breueh Utara yaitu : Meulingge, Rhinon, Alue Raya dan Lapeng. Sedangkan nama-nama gampong yang terdapat dalam mukim P.Breueh Selatan adalah : Lampuyang, Seurapong, Teunom, Gugop, Ulee Paya, Paloh, Blang Situngkoh dan Lhoh.
Iklim dan Perikanan Pulo Breuh
1. Klimatologi
Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing- masing berarti iklim atau cuaca tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim. Kondisi iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia.
Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data-data yang banyak dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang2 sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004). Pengetahuan tentang klimatologi sangat penting untuk diketahui dalam pengembangan suatu wilayah. Karena klimatologi ini berhubungan dengan curah hujan, kelembaban relatif, arah angin dan suhu udara.
2. Curah hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan CH adalah mm, inch. terdapat beberapa cara mengukur curah hujan.
Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).
3. Kelembaban
Kelembaban relatif adalah rasio kelembaban mutlak saat ini untuk kelembaban absolut tertinggi (yang tergantung pada suhu udara saat ini). Apabila kelembaban relatif sudah sudah mencapai 100 % berarti bahwa udara benar-benar jenuh dengan uap air dan akan terjadi hujan.
Akan tetapi tidak berarti bahwa kelembaban relatif harus mencapai 100 persen baru terjadi hujan. Berikut ini adalah data tentang kelembaban relatif di Pulo Breueh, Kabupaten Aceh Besar.
4. Suhu Udara
Suhu adalah ukuran derajat panas atau dingin suatu benda. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu disebut termometer. Dalam bidang termodinamik, suhu ialah suatu ukuran kecenderungan bentuk atau sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan.
Suhu tersebut merupakan sifat fisik dalam suatu sistem yang merupakan dasar dari anggapan lazim "panas" dan"sejuk", yaitu sesuatu yang lebih panas mempunyai suhu yang lebih tinggi. Suhu datangnya dari gerakan-gerakan mikroskopik, dan suhu berkaitan dengan tenaga gerakan-gerakan mikroskopik ini. Konsep suhu, yang diartikan sebagai tegangan kepada entropi, adalah susulan dari hukum termodinamik.
5. Arah Angin
Mata angin merupakan panduan yang digunakan untuk menentukan arah. Umum digunakan dalam navigasi, kompas dan peta. Berpandukan pada pusat mata angin, maka akan terlihat 8 arah yaitu dengan urutan sebagaimana pada Tabel berikut (mengikuti arah jarum jam).
6. Oseanografi
Oseanografi adalah ilmu yang mempelajari fenomena fisis dan dinamis air laut yang dapat diaplikasikan ke bidang-bidang lainnya seperti rekayasa, lingkungan, perikanan, bencana laut dan mitigasi (pengelolaan dan pencegahan).
7. Pola arus
Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut. Selain itu, arus di permukan laut dapat juga disebabkan oleh gerakan pasang surut air laut atau gelombang.
Arus laut dapat terjadi di samudera luas yang bergerak melintasi samudera (ocean currents), maupun terjadi di perairan pesisir (coastal currents). Penyebab utama arus permukaan laut di samudera adalah tiupan angin yang bertiup melintasi permukaan Bumi melintasi zona- zona lintang yang berbeda. Ketika angin melintasi permukaan samudera, maka massa air laut tertekan sesuai dengan arah angin.
Pola umum arus permukaan samudera dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai variabel seperti friksi, gravitasi, gerak rotasi Bumi, konfigurasi benua, topografi dasar laut, dan angin lokal. Interaksi berbagai variabel itu menghasilkan arus permukaan samudera yang rumit. Karena gerakannya yang terus menerus itu, massa air laut mempengaruhi massa udara yang ditemuinya dan merubah cuaca dan iklim di seluruh dunia.
8. Pola Gelombang
Gelombang adalah peristiwa naik turunnya permukan air laut dari ukuran kecil (riak) sampai yang paling panjang (pasang surut). Gelombang yang terjadi di perairan Pulo Breueh merupakan gelombang hasil rambatan yang terjadi di samudera Indonesia. Gelombang ini dipengaruhi oleh kondisi topografi dasar laut dan keadaan angin.
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa keadaan gelombang tertinggi terjadi pada periode bulan desember sampai februari (musim barat), ketinggian gelombang mencapai 1,5 m – 2 m. Sedangkan pada bulan lainnya tinggi gelombang yang tercatat kurang dari 1,5 meter (Nurjaya,1993).
Penyebab utama terjadinya gelombang adalah angin. Gelombang dipengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup, dan jarak tanpa rintangan saat angin bertiup (fetch). Gelombang terdiri dari panjang gelombang, tinggi gelombang, periode gelombang, kemiringan gelombang dan frekuensi gelombang. Panjang gelombang adalah jarak berturut- turut antara dua puncak atau dua buah lembah.
Tinggi gelombang adalah jarak vertikal antara puncak dan lembah gelombang. Periode gelombang adalah waktu yang dibutuhkan gelombang untuk kembali pada titik semula. Kemiringan gelombang adalah perbandingan antra tinggi dan panjang gelombang. Frekuensi gelombang adalah jumlah gelombang yang terjadi dalam satu satuan waktu.
Pada hakikatnya, gelombang yang terbentuk oleh hembusan angin akan merambat lebih jauh dari daerah yang menimbulkan angin tersebut. Hal ini yang menyebabkan daerah di pesisir Pulo Breueh memiliki gelombang yang besar meskipun angin setempat tidak begitu besar. Gelombang besar yang datang itu bisa merupakan gelombang kiriman yang berasal dari badai yang terjadi jauh dibagian selatan Samudera Hindia.
9. Pasang surut
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasangsurut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Pasang surut yang terjadi di perairan laut Pulo Breueh terjadi dua kali sehari, yaitu pasang tinggi terjadi sekitar jam 3 siang sampai jam 2 pagi (dini hari). Sedangkan pasang rendah terjadi dari jam 3 pagi sampai jam 2 siang.
10. Bathimetri
Survei batimetrik dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Survei Batimetri dilaksanakan mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama harus dijalankan dengan interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter.
Kemudian setelah rencana jalur kabel ditetapkan, koridor baru akan ditetapkan selebar 1.000 meter. Lajur utama dijalankan dengan interval 50 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 500 meter. Peralatan echosounder digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Hasil survey menunjukkan bahwa dasar perairan adalah berkarang dan berpasir dengan kedalaman yang bervariasi.
Hidrologi (Air Permukaan/Tubuh Air dan Air Tanah)
Sistem air permukaan atau tubuh air yang terdapat di Pulo Breueh antara lain sungai-sungai kecil dan genangan air. Sungai-sungai di Pulo Breueh berasal dari daerah yang lebih tinggi dimana masih banyak terdapat hutan dan bermuara di pantai yang lebih rendah.
Beberapa sungai digunakan untuk mengaliri area persawahan yang berada di Desa Ulee Paya, Desa dan Desa Rinon. Selain itu, dapat dijumpai pula genangan air yang cukup besar dan menyerupai rawa, yaitu di Desa Blang Situngkoh. Daerah ini dulunya adalah kawasan persawahan dan berubah menjadi genangan air akibat peristiwa air pasang yang naik ke daratan dan tidak kembali lagi ke laut karena ketinggian daratan yang lebih rendah dari laut.
Masyarakat yang tinggal di Pulo Breueh pada umumnya menggunakan air hujan dan air dari mata air di gunung sebagai air minum. Hal ini disebabkan karena kondisi air tanah di Pulo Breueh tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung kapur.
Selain itu, kondisi air tanah juga terpengaruh oleh musim dan masukan air laut. Dimana, saat musim kemarau dan pengaruh dari air laut yang tinggi, maka air tanah mengalami perubahan kualitas dari segi rasa, bau dan warna airnya.
Topografi
Topografi adalah gambaran tentang tingkat kemiringan dan ketinggian tanah dari permukaan laut. Secara umum, Pulo Breueh memiliki topografi bergunung dengan ketinggian rata-rata daratan pulau lebih besar dari 50 mdpl. Hanya sebagian kecil atau sepertiga dari daratan di pulau ini yang bertopografi landai.
Daratan tertinggi di Pulo Breueh mencapai ketinggian 600 an meter yang meliputi Desa Gugop dan Alue Raya, yang berada di bagian tengah. Di bagian utara, yang meliputi Desa Rinon dan Meulingge topografinya juga bergunung dengan ketinggian di atas 100 meter, begitu pula di bagian timur yang mencakup desa Lapeng dan Lampuyang. Daerah yang relatif lebih landai berada di wilayah pesisir selatan Pulau dengan ketinggian di bawah 50 meter. Daerah yang landai ini mencakup Desa Teunom, Seurapong, Ulee Paya, Blang Situngkoh, Paloh, Lhoh dan sebagian Lampuyang.
Bentuk Lahan/Geomorfologi
Geomorfologi daerah Pulo Breueh ini didominasi oleh perbukitan berlereng terjal yang tersebar dibagian Pulo Breueh Utara yakni di Gampong Meulingge. Perbukitan tersebut terbentuk oleh batuan-batuan vulkanik tua. Untuk wilayah bagian Selatannya Pulo ini juga masih didominasi oleh bukit, akan tetapi lerengnya tidak terlalu terjal. Pulau ini dikelilingi oleh perairan laut yang jernih dengan pantai yang berpasir putih.
Asal Usul Pulo Breuh
Tak banyak literatur yang bisa diperoleh untuk menjelaskan asal-usul Pulo Aceh termasuk Pulo Breueh. Legenda yang beredar di masyarakat Pulo Breueh, Pulo Aceh (Pulo Nasi, Pulo Breueh, Pulau Benggala) dulunya bersatu dengan daratan Sumatera. Namun, akibat gempa bumi, ribuan bahkan belasan ribu tahun lampau, pulau ini terpisah dengan daratan (Atjehcyber.net).
Sekitar tahun 301 sebelum Masehi, seorang Ahli bumi Yunani, Ptolomacus berlayar ke arah timur dan berlabuh di sebuah pulau tak terkenal di mulut selat Malaka, pulah Weh! Kemudian dia menyebut dan memperkenalkan pulau tersebut sebagai Pulau Emas di peta para pelaut.
Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang selanjutnya semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau maupun sekarang.
Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan atau fungsi dari perwujudan suatu bentuk penutup lahan. Penggunaan lahan didasari pada fungsi kenampakan penutup lahan bagi kehidupan, baik itu kenampakan alami atau buatan manusia. Berbagai bentuk mata pencaharian menghasilkan beragam penggunaan lahan. Selain mata pencaharian, faktor kebutuhan juga akan memunculkan bentuk penggunaan lahan. Seperti kebutuhan rumah memunculkan kawasan permukiman.
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan.
Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, lalang, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya.
Masyarakat di Pulo Breueh pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Aktivitas di laut sebagian besar berupa penangkapan ikan dan sebagian kecil adalah budidaya. Sementara itu, aktivitas masyarakat dengan menggunakan lahan di daratan Pulo Breueh sebagian besar adalah pertanian lahan kering seperti tanaman campuran, perkebunan campuran, perkebunan dan ladang/tegalan, serta pertanian lahan basah yaitu sawah dan juga sebagai area permukiman.
Kebun campur merupakan penggunaan lahan terbesar di pulau ini, pada lahan tersebut jenis tanaman yang ditanam terdiri dari jenis tanaman yang harus dirawat serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka waktu yang cukup singkat, sama halnya juga dengan perkebunan dan ladang/tegalan.
Sementara itu, penggunaan lahan untuk tanaman campur merupakan penggunaan lahan terbesar kedua, namun tanaman yang di tanam tidak memerlukan perawatan khusus dan memiliki lokasi yang cukup tersebar.
Salah satu penggunaan lahan yang cukup luas di Pulo Breueh adalah lahan terbuka. Lahan ini banyak dijumpai di kawasan hutan serta beberapa di bekas wilayah yang terkena bencana tsunami. Pembukaan lahan di kawasan hutan pada umumnya akan dimanfaatkan sebagai lahan ladang atau tegalan serta kegiatan pertanian lahan kering lainnya.
Tutupan Lahan
Tutupan lahan di Pulo Breueh didominasi oleh hutan dan semak belukar yang memiliki luas paling tinggi diantara tutupan lahan yang lain. Hutan mempunyai jasa yang sangat besar bagi kelangsungan makhluk hidup terutama manusia. Salah satu jasa hutan adalah mengambil karbon dioksida dari udara dan menggantinya dengan oksigen yang diperlukan makhluk lain.
Selanjutnya, tutupan lahan yang cukup luas dan tersebar merata antara lain sawah, permukiman, perkebunan campuran, tubuh air, perkebunan, padang rumput, jaringan jalan dan pasir pantai. Selain itu, terdapat pula batu karang, lahan terbangun, ladang/tegalan dan mangrove.
Hutan menjadi tutupan lahan vegetasi dengan luas tertinggi di Pulo Breueh yaitu 2576,47 ha atau sekitar 44,15% dari luas daratan. Selain itu semak belukar dan kebun campur menempati peringkat kedua dengan luas sekitar 1700 ha. Sementara itu, sebagian lainnya berupa tanaman campur, ladang/tegalan, mangrove, perkebunan, padang rumput sawah dan tambak.
Jenis tanaman yang banyak ditanam pada lahan tanaman campuran antara lain kelapa, pinang dan cengkeh dengan jenis yang paling dominan yaitu kelapa. Sementara itu jenis tanaman yang umum ditanam pada lahan perkebunan dan perkebunan campuran adalah pisang, cengkeh, pinang dan kakao. Sedangkan jenis tanaman yang dapat dijumpai di ladang/tegalan adalah singkong dan tanaman palawija.
Tutupan lahan non vegetasi yang terdapat di Pulo Breueh antara lain batu karang, jaringan jalan, lahan terbangun, lahan terbuka, pasir pantai, permukiman dan tubuh air. Lahan terbuka dan permukiman memiliki luasan yang paling tinggi di antara yang lainnya. Lahan terbuka berupa lahan-lahan hasil pembukaan lahan di kawasan hutan dan lahan bekas wilayah yang terkena dampak tsunami.
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di Pulo Breueh Breueh cukup bervariasi dari datar hingga terjal. Wilayah dengan nilai kelerengan rendah yaitu dibawah 3% dan dikategorikan sebagai daerah yang datar berada di selatan pulau atau daerah pesisir Desa Seurapong sampai Desa Lhoh. Sementara itu, wilayah dengan kategori kemiringan lereng terjal dengan nilai kelerengan di atas 15% berada di daerah yang memiliki area perbukitan seperti di Desa Gugop, Desa Lamteng, Desa Meulingge, Rinon, Alue Raya dan sebagian Desa Ulee Paya.
Morfologi Pantai
Pantai yang terdapat di Pulo Breueh Breueh pada umumnya berupa pantai berpasir dengan pasir putih, bukit-bukit terjal serta vegetasi pantai dengan formasi pes caprae. Akan tetapi di beberapa lokasi yang berdekatan dengan daerah genangan air, dapat dijumpai pula pantai yang berlumpur. Vegetasi pantai yang umum dijumpai di Pulo Breueh antara lain kelapa, cemara, pandan, ipomea dan beberapa jenis mangrove. Selain itu di Desa Lamteng dapat pula dijumpai pantai bervegetasi mangrove.
Geologi
Jenis batuan penyusun Pulo Breueh antara lain batu pasir, batu lanau, batu lumpur, shale, konglomerat, aluvium, longgokan kipas, tufit dan tefra berbutir halus. Sementara itu jenis tanah di Pulo Breueh terdiri dari 3 grup yaitu grup perbukitan (dystropepts, haplohumults), marin (fluvaquents, halaquepts) dan aluvial (tropaquepts, tropofluvents, dystropepts).
Jenis tanah yang termasuk dalam grup perbukitan berupa tuf, lava intermedier dan basis. Sementara itu, tanah yang termasuk dalam grup marin dan aluvial dapat berupa sedimen yang kasar dan halus.