Budaya Teumuntuk, Adat Kebiasaan Bagi Pengantin Baru Saat Lebaran Tiba di Aceh

Adat Aceh Teumuntuk

Teumuntuk adalah sebuah tradisi di Aceh yang dilakukan oleh pengantin baru, baik dari pengantin perempuan (bahasa Jamee disebut binie, bahasa Aceh disebut inong) dan pengantin laki-laki (bahasa Jamee disebut laki, bahasa Aceh disebut lakoe) untuk menghormati orang tua mereka, tetua desa, tetangga, handai taulan serta karib kerabat dengan saling menjabat tangan yang dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri tiba.

Setiap orang akan menjabat tangan pasangan baru sambil memberikan mereka uang (Jamee agih kepieng; Aceh jok peng) dengan memasukkan ke dalam tangan (genggaman istri atau suami).

Dalam bahasa Jamee istilah Teumuntuk dikenal dengan nama Teumuntuak, dan beberapa wilayah Aceh lainnya menyebutnya sebagai Seuneumah. Dilihat dari segi pembentukan kata, Teumentuk merupakan kata dasar dalam bahasa Aceh dan bukan kata berimbuhan. Ini dikarenakan tidak ada kata dasar ‘muntuk’ dalam pertuturan jika kata ‘teu‘ dipisahkan.

Saat ini, tradisi Teumuntuk tetap dijalankan di beberapa wilayah di Aceh seperti, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Barat Daya dan Aceh Besar. Namun, ada juga beberapa wilayah di Aceh yang tidak melaksanakan tradisi ini.

Tradisi Teumentuk saat berlebaran sebenarnya merupakan lanjutan prosesi Teumentuk yang telah dilakukan saat prosesi peusijuk (tepung tawari) pada adat perkawinan sebelumnya, baik dari acara di pihak laki-laki yaitu Preh Dara Baro (menunggu pengantin perempuan) atau acara perkawinan dari pihak perempuan yaitu Intat Linto (menjemput sang pengantin laki-laki). Pada Teumuntuk saat acara perkawinan, salam tempel diberikan kepada pengantin baru juga oleh keluarga pihak laki-laki maupun perempuan, kerabat dan para tetangga.

Menurut Abdul Manan dalam buku Ritual Kalender Aneuk Jamee di Aceh Selatan (Studi Etnorgafi di Kecamatan Labuhan Haji Barat), beliau menyebutkan bahwa sebelum tradisi Teumuntuk diakukan, biasanya dari pihak suami akan menginformasikan kepada keluarganya, tetangga dan sahabat, bahwa pasangan keluarga baru akan melakukan tradisi Teumuntuk.

Di zaman dahulu, selama dua minggu hari raya puasa, pihak suami mengirim bahan-bahan untuk membuat kue tradisional seperti tepung ketan (Jamee tapuang sipluik; Aceh teupong leukat), gula (Jamee gulo; Aceh saka), telur (Jamee talue; Aceh boh manok), minyak kelapa (Jamee minyak karambi; Aceh minyeuk u), kelapa (Jamee karambi: Aceh boh u) dan lain-lain. Sementara itu pihak istri menyiapkan uang kertas untuk teumuntuk kepada suami, juga menyiapkan kue-kue tradisional Aceh seperti juadah, wajeb, keukarah, dodoi, meuseukat, leumang dan lain-lain.

Pada hari raya puasa, kue-kue tradisional tersebut ditempatkan dalam sebuah panci khusus yang disebut jambalomang (bungkusan yang berisi kue-kue tradisional). Semua itu kemudian dibawa ke rumah mertua istri oleh seorang dari pihak istri. Tradisi uroe raya (hari raya) seperti ini disebut meulang jajak.

Ketika rombongan keluarga istri sampai ke rumah suaminya, mereka dihidangkan dengan makanan yang telah dimasak dan ritual pengembalian jambalomang dilakukan oleh seorang wanita tua atas nama pihak saudara istri dengan pihak suami.

Pihak suami kemudian mengambil seluruh isi dari jambalomang dan menaruh uang dan pakaian di dalamnya sebagai hadiah balasan. Istri melakukan sembah dengan bersalaman dengan orang tua suami diikuti oleh anggota keluarga istri satu persatu sambil meminta izin untuk meninggalkan rumah. Setelah bersalaman, rombongan istri meninggalkan rumah suaminya dengan mengambil kembali jambalomang yang telah diisi dengan pemberian dari pihak suami.

Namun saat ini, tradisi Teumuntuk dilakukan tanpa harus membawa jambolamang. Pasangan pengantin baru cukup bersilaturrahmi ke tempat pihak keluarga suami atau sebaliknya tanpa harus disertai oleh rombongan keluarga yang lain.

Setelah kembali dari rumah suami, suami-istri mengunjungi tetangga, petua adat dan sahabat dekat mereka. Dengan kunjungan ini, mereka juga membawa kue tradisonal yang ditempatkan di dalam talam. Ketika mereka tiba, sang istri memberikan talam tersebut bagi rumah yang dikunjungi sambil bersalaman.

Ketika mereka meninggalkan rumah, tuan rumah menyalami pasangan baru dengan uang kertas. Saat mereka kembali, talam yang berisi kue-kue tradisional tadi kemudian diisi pakaian sebagai pemberian balasan untuk rumah yang dikunjungi.

Jika pasangan baru tersebut mengunjungi orang-orang yang dekat dengan mereka, mereka biasanya memberikan (kue tradisional) yang biasa mereka dan menerima kembali lebih dari apa yang mereka berikan. Namun saat ini, pemberian balasan ini sudah jarang dilakukan dengan balasan kue tradisional lagi, dan hanya cukup dengan pemberian balasan berupa uang saja.

Kebiasaan Teumuntuk merupakan sebuah adat yang memiliki pengaruh yang sangat dalam bagi masyarakat. Jika pasangan yang baru menikah tidak melaksanakan ritual ini, mereka akan merasakan pernikahan tidak lengkap dan tidak punya adat/budaya. Akan terdengar ucapan dari keluarga, tetangga dan sahabat mereka yang bertanya “mengapa kamu tidak datang ke rumah saya dan mengenalkan istri kamu kepada kami” (Aceh; Ek hana ijak dan peuturi inong jih u rumoh loen).

Hal ini sangat memalukan dan akan berakibat berita yang buruk terhadap pasangan baru dalam bermasyarakat, karena mereka tidak menjalankan tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun.

Sumber : Manan A. 2013. Ritual Kalender Aneuk Jamee di Aceh Selatan

0 Comments